Tampilkan postingan dengan label Pertualangan Cinta Sang PlayBoy. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pertualangan Cinta Sang PlayBoy. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Oktober 2013

Kumpulan cerpen terbaru Bukan Cerita Biasa, Pertualangan Cinta Sang PlayBoy, Gadis Dunia Maya, Cintaku Padamu Irene, MAWAR ITU UNTUKMU, Bu Hamidah Pergi Haji, Love Story, Pengorbanan Cintaku





Bukan Cerita Biasa
oleh Nurul afiil kasim

Cinta itu ibarat perang, berawalan dengan mudah namun sulit di akhiri.

Suatu hari, bermula dari pertemuan-pertemuan yang menyenangkan disekolah. Kebiasaan-kebiasaan ramah, saling bertatap wajah. Bercanda gurau habiskan masa-masa sekolah (dari tk, sd, smp, sampe sma) penuh suka, penuh gembira. Hingga akhirnya tercipta sebuah rasa yang dinamakan cinta.
***

Tak terasa masa-masa sekolah akan berakhir didepan mata. Masa muda yang penuh cita siap menantang dunia berupaya mengubah jalan cerita di hidupnya. Kemudian ada cinta yang merangkul rasa menemani ceria yang sebentar lagi akan berbalut luka. Karna akan berpisah selamanya.

Begini ceritanya,

Anatasha dan Reza, sejak kecil sampai remaja selalu bersama. Alasan apapun tak pernah membuat mereka berpisah. Tak pula mereka hanya sahabat saja, melainkan sejoli yang tangguh dan kokoh dalam cintanya.

Meski Reza tau Anatasha tak bisa bertahan hidup lebih lama darinya. Hal itu tak membuatnya goyah ataupun menyerah mencintai kekasihnya. Hanya saja, Reza tak kuasa menahan airmatanya manakala Anatasha memintanya pergi dan mencari pengganti dirinya yang tak sampai 1 bulan lamanya menikmati dunia.

Bukit berbunga, tepat dibelakang sekolah akan jadi saksi cinta mereka yang setia. Tempat favorit yang sering mereka kunjungi untuk mendengarkan lagu kesukaan bersama, belajar bersama, menikmati indahnya sunset yang jingga, tempat yang penuh akan kenagan manis mereka.

Itu semua akan jadi kenangan yang kemudian akan segera pudar sebagaimana tinta hitam yang melekat pada kertas putih kemudian terkena air lalu memudar dan akhirnya menghilang.
***

Ada pula cinta yang coba memaksa, datang menghantui Reza, memburamkan pandangannya agar Anastasha menghilang dari hatinya. Lantas cinta itu tak kuat merasuk ke hatinya hingga hilang dan berlalu begitu saja. Anatasha lah pemilik hati Reza seutuhnya. Hingga tak ada celah yang tersisa.

Tak sedikit air mata Reza yang tertumpah untuk Anatasha, manakala melihat tempat yang sering mereka lalui berdua hanya akan jadi kenangan.

Tak kalah hebat cinta Anatasha untuk Reza, korban rasa jadi hal biasa untuknya. Berpura-pura lupa telah mencinta, menyiksa hatinya demi kebohongan belaka. Hingga Reza tak terluka lagi dihatinya. Meski ceroboh tapi Anatasha melakukan yang terbaik untuk kekasihnya.

Tak terasa sampai pada waktu dimana 1 bulan kebersamaan mereka hanya tersisa 1 jam saja.

T ak banyak yang bisa dipersembahkan Reza untuk Anatasha yang waktunya hanya tersisa satu jam saja. Kemudian handphonenya berdering. Tak lama membuka handphone, airmatanya bercucuran di pipi. ‘waktu anda tersisa 1 jam’ begitulah tertulis pada catatan handphonenya. Pantas airmatanya berderai.

“Kenapa Reza menangis.”

“Aku hanya bahagia pernah berdampingan denganmu. Airmata ini sepertinya tulus keluar dari mataku,” Reza hanya tersenyum agar Anatasha tak mengkhawatirkan perasaannya.

“Meski itu bohong tapi aku bahagia mendengar ucapanmu,” tepisnya ragu perasaan Reza.

Reza hanya tersenyum. Kemudian bergerak, jalan menuju Anastasha.

“Hanya ada satu jam waktuku bersamamu, lalu apa yang kamu inginkan dariku? Apa aku harus melompat dari gedung tertinggi itu,” ujar Reza menunjuk gedung paling tinggi ditempat mereka berada, “Atau kamu mau aku menunggumu kembali?” lanjut Reza.

Airmata tulus mulai meleleh dari mata Anatasha. “Sudah saatnya cintamu diperbarui!!! Hari ini kurasa cintamu sudah sampai dibatas akhir.”

“Kalaupun kudapatkan kesempatan itu. Aku hanya ingin memperbarui cintaku dengan orang yang sama bukan dengan yang baru.”

“Bagaimana jika orang yang sama itu tiba-tiba menghilang?”

“Aku akan menunggunya kembali!!! Kapanpun aku menemukannya, aku akan mencintainya lagi. Seperti ini, iya benar-benar seperti ini.”

Anatasha menangis tanpa suara, melangkah tak bernada, kemudian bergerak, berdiri tepat membelakangi lelaki yang di cintainya.

“Waktumu hanya tersisa setengah jam. Lalu apa yang kamu inginkan dariku?”

“Gendong aku kemanapun kamu mau, kemudian bila aku diam, jangan pernah menoleh kebelakang. Jangan pernah berbalik melihatku, biarkan aku menghilang.”

“Sekali lagi aku mohon, saat aku tiada jangan pernah berbalik untuk mencariku, biarkan saja aku menghilang. Kumohon biarkan aku jadi bagian terindah dimasa lalumu. Biarkan aku tergantikan oleh orang lain.” Lanjut Anatasha terbata-bata dengan airmata yang membasahi pipinya.

“Bagaimana kubisa lakukan itu? Sementara sebentar saja aku tak melihatmu, aku berlari mencarimu. Mungkinkah aku bisa membiarkanmu pergi untuk selamanya? Aku tak akan menemukanmu lagi meski aku berlari lebih cepat dari biasanya.”

“Sebelum bertemu denganmu, aku hanya punya lem dan benang ditepian hatiku. Kemudian kamu datang merajut hatiku dengan benang itu, dan kamu kuatkan rajutan itu dengan lemnya. Lantas, bagaimana ia akan terbuka lagi?” lanjut Reza dengan airmata yang perlahan menetes.

“Biarkan ia sampai mengeras, tak lama ia akan pecah. Kemudian ada celah yang terbuka disana. Perlahan benangnya akan putus karna rapuh. Lalu ia sepenuhnya akan terbuka.”

“Tidak….! Jika benangnya putus dan hatiku terbuka, aku akan merajutnya kembali, meski itu menyakitkan. Tapi aku akan melakukannya.”

“Biarkan saja ia terbuka.” Suara Anatasha mulai letih, matanya terpejam. Tak lama badannya memberat.

Akhirnya, cinta mereka berhenti pada masa yang berbahagia. Dimana mereka saling tau apa yang dirasa, meski airmata yang jadi saksinya. Cukup yang dicinta tau apa yang di rasa, itu sudah cukup untuk bahagia.
Sekian…

 Pertualangan Cinta Sang PlayBoy

Gambar kelinci
Bicara tentang cinta, ya Boy dah biangnya. Si petualang cinta alias sang play boy ini akan mati-matian dan bila perlu sampe bersujud untuk merayu dan mendapatkan seorang cewek cantik. Sang play boy ini tidak akan pernah tahan bila sudah melihat cewek cantik melintas di depan matanya, seakan matanya tidak akan pernah berkedip untuk terus mengikuti langkah kaki sang cewek. Ya bila perlu sampe membuntuti dari belakang (emangnya mau nyopet, Boy?).

Singkat cerita Boy bakalan jungkir balik dah untuk mendapatkan sang cewek bila sudah naksir banget. Boy kagak perduli apakah nantinya itu cewek bakalan mau apa nggak? Apakah hubungannya nanti akan berlangsung lama atau nggak? Bagi Boy kudu mandapatkannya dulu, apapun caranya.

Lantaran cap play boy nya itu, si petualang cinta ini suka gonta ganti cewek (kayak baju aja Boy, digonta ganti). Tapi sayang dimata cewek-cewek di sekolahnya kartunya udah mati kagak bisa diperpanjang (kayak KTP aja ah). Sehingga sang play boy harus berpetualangan di tempat lain, kecuali ada anak baru di sekolah ini yang kagak tahu dengan belangnya Boy.

Awal cerita neh. Pada suatu hari, Boy lagi ngebet banget sama Lila, adik kelasnya yang baru aja menjadi siswi di sekolahnya. Padahal saat itu, Boy sudah memiliki gandengan (kayak truk aja pake gandengan segala), si Ivon anak SMU 2.

”Jek, gua naksir banget nih ame anak baru,” kata Boy curhat dengan sobatnya Jaka yang biasa dipanggil Jek.

”Ah! Elo kagak boleh melihat barang baru apalagi yang cantik-cantik dan mulus-mulus,” jawab Jek. ”Tuh! Ada yang mulus, kenapa kagak lo embat aja sekalian?” lanjut Jek sambil tertawa menunjuk ke arah Pak Didin, guru Fisika yang jidatnya emang rada botak licin.

”Bercanda lu ah! Gua serius nih,” gerutu Boy.

Untuk cewek-cewek baru angkatan Lila, memang Lila bidadarinya. Orangnya cantik, putih dan tinggi lagi, perfect dah pokoknya. Tapi sepertinya bila dilihat, kayaknya Lila terlalu tangguh, lincah dan pinter untuk ditaklukan oleh sang play boy. Hati-hati Boy! Ini bakalan jadi batu sandungan buat lo. Lila juga terbilang cukup menonjol dan heboh diantara temen-temennya. Apalagi kalau sudah ngumpul maka suaranya akan lebih menonjol dan kedengeran kemana-mana.

Tapi dasar udah bergelar master play boy, akhirnya sang petualang berhasil juga dengan perjuangannya yang mati-matian dan bisa dibilang jungkir balik, rada susah banget memang untuk mendapatkan Lila. Akhirnya Sang play Boy berhasil meruntuhkan tembok hati Lila, runtuh oleh rayuan maut sang play boy yang memang sudah terkenal itu.

Ups! Tapi tunggu dulu sobat. Tadinya memang Lila belum tahu dengan Boy, tapi karena ia sudah lama temenan dengan Ivon, sehingga ia akhirnya tahu juga siapa Boy. Boy nggak tahu dengan situasi itu, ya karena asal seruduk aja kagak diselidiki dulu, siapa cewek yang bakal diseruduk (yah, itu tadi kelemahan si Boy maen seruduk aja. Kambing kali ya?) sorry Boy!.

Rupanya Sob, sang play boy sudah terperangkap dalam jeratan permainan cintanya sendiri. Boy terperangkap ke dalam skenario sandiwara cinta yang sudah dibuat oleh Lila. Lila memang menerima cintanya Boy, tapi ada maksud dan tujuannya. Itu bukan berarti ia mau berkhianat dengan temennya sendiri, Ivon. Karena skenario itu sudah ia beritahu sebelumnya kepada Ivon.

Lila yang cantik, lincah dan pintar ini, rupanya hanya ingin memberi pelajaran ekstra kurikuler kepada sang play boy. Dia tidak ingin kecantikannya dimanfaatkan hanya untuk dipermainkan, termasuk Ivon yang telah menjadi korbannya.

Walau terbilang anak baru, Lila termasuk cepat menyesuaikan keadaan dan peka dengan situasi perkembangan yang ada di sekolahnya, demikian juga dengan watak dan perilaku Boy yang sebaliknya akan menjadi korbannya. Ya, lantaran karena dia cukup gaul, sehingga sangat cepat mendapat kabar baru atau gosip-gosip dari teman-temannya.

Tapi secara naluriah wanita, mata hatinya tak bisa memungkiri, jika Boy terbilang cakep sehingga layak menjadi play boy. Wajar kalau Ivon pun jatuh cinta kepada Boy waktu itu. Cuma sayang kegantengan yang dimilkinya hanya untuk merayu dan berpetualang guna mendapatkan cewek-cewek cantik yang ia sukai. Boy lupa diri sehingga ia tidak tahu bahwa kaum cewek juga harus dan wajib dihargai dan disayangi, bukan untuk dipermainkan.

”La, elo kok mau aja menerima cintanya Boy. Nekat lu!” kata Mery merasa khawatir dan prihatin sama Lila. Wajar Mery khawatir, karena ia takut temannya yang cantik ini hanya akan menjadi boneka mainan, korban keserakahan cinta sang play boy.

”Terima kasih ya, Mer kamu telah mengingatkan dan menasehati aku. Aku tahu kamu khawatir kalau aku akan menjadi korban cintanya Boy. Tapi kamu tidak usah takut dan khawatir, aku sudah tahu kok siapa Boy sebenarnya. Aku menerima dia, bukan lantaran kegantengannya atau rayuan gombal murahannya. Lantas aku dengan begitu murahannya jatuh ke dalam pelukan Boy. Caranya dan rayuannya udah kuno terlalu konvensional, mudah ditebak, sayang,” kata Lila meyakinkan sobatnya Mery.

”Syukurlah kalau kamu sudah tahu siapa dia. Aku berdo’a moga kamu tidak terjebak dalam permainan cintanya Boy,” kata Mery lagi.

”Iya aku mengerti Sob. Tapi percayalah, sebenarnya skenario ini aku jalani ada maksud dan tujuannya, Mer. Tapi bukan berarti aku juga mau mempermainkan orang atau mau balas dendam sama cowok yang seperti ini, seperti yang pernah aku alami sebelumnya (ooo ...pernah mengalami bro). Gua hanya ingin dia bisa membuka mata dan hatinya, agar dia juga bisa menghargai kita sebagai kaum wanita yang secara fisik lemah dan butuh perlindungan. Kita bukan boneka yang hanya bisa dipermainkan untuk menjadi eksperimen cintanya kaum laki-laki.” Lanjut Lila.

”Baguslah kalau kamu punya pemikiran dan prinsip yang begitu luar biasa untuk memperjuangkan dan mempertahankan harga diri wanita,” kata Mery senang.

”Gua yakin, dia tidak akan bisa berbuat banyak dan macam-macam sama gua. Justru dia akan terperangkap sendiri dalam permainnan ini. Biar kelak dia tahu rasa, bagaimana rasanya kalau dipermainkan. Kuharap satu saat kelak dia nyadar telah menyakiti hati cewek-cewek yang telah menjadi korbannya.”

Bener. Dalam tiga bulan hubungan Lila dengan Boy, apa yang dikhawatirkan oleh Mery, benar-benar terjadi. Rupanya diam-diam Boy sedang menjalin hubungan dengan Kania, tetangga barunya Jek. Tapi bagi Lila itu bukanlah sebuah berita menakutkan, ibarat kesambar petir disiang bolong. Baginya itu bukan sebuah kejutan atau petaka baginya yang harus disesali dan yang ditakutkan oleh semua cewek. Apa yang akan terjadi kedepan semua sudah jauh ada dalam pikirannya. Itu pasti akan terjadi cuma menunggu waktu. Dalam pikirannya justru itu adalah awal petaka bagi Boy dan tentunya akan menambah serunya rencana permainan yang akan dibuat oleh Lila.

Ingat Boy! Ada pepatah mengatakan sepintar-pintar tupai melompat pasti akan jatuh juga, dan sepandai-pandai orang menyimpan kebusukan pasti akan tercium juga. Hukum karma pasti akan ada, Boy.

Elo bukan play boy, Boy. Elo lebih tepat dibilang bajing yang bajingan. Tunggu tanggal mainnya, lo. Semua akan berakhir, Boy. Gua akan beraksi, yang akan bikin lo bertekuk lutut di kaki gua, bisik Lila dalam hati.

Boy yang piawai dengan rayuannya dan ditambah dengan akting sempurna, bolehlah dibilang jagonya. Kata-katanya begitu manis dan santun dengan rayuannya akan membuat siapapun terkena tipu dayanya. Ditambah lagi dengan kepandaiannya mengatur strategi jitu dalam mengatur jadwal ngapel ke rumah pacar-pacarnya. Biar nggak dicurigai, ia selalu bilang kepada cewek-ceweknya, kalau ia ngapel nggak tergantung hanya pada malam minggu (kalau ngapelnya malam Jum’at, yasinan aja sekalian, Boy. He...he..he). Tetapi strategi seperti itu sudah duluan terbaca oleh Lila. (lagi-lagi terlalu konvensional, coy). Basi tau nggak! Sehingga Lila pun kagak terlalu mikirin banget tu anak mau ngapel atau kagak, termasuk pada malam minggu.

Melihat pertualangan sang play boy sudah over pede dan semakin menggila, karena denger-denger lagi, dia baru aja mau mendekati seorang cewek. Gila nggak tuh! Padahal ia belum lama menggaet si Lila (Gila bro! Lo doyan cewek apa lagi nuntut ilmu, Boy. Harus sampe berapa sih, cewek yang harus lo dapet, biar ilmu lo sempurna?).

Akhirnya Lila pun mulai mengatur rencana dan strategi pula buat ngerjain Boy. Seminggu sebelum menjalankan rencananya, Lila segera menghubungi Ivon. Sementara karena si Kania belum ia kenal, kemudian ia dan Ivon pun berusaha mencari dan menemui Kania. Setelah Lila dan Ivon menceritakan semua rencanya kepada Kania, mereka pun sepakat dan menjadi akrab sehingga mereka pun bersatu untuk menumpas kejahatan (kayak di sinetron silat aja).

Beberapa hari menjelang hari eksekusi terhadap Boy, ketiga bidadari itu pun sering berkumpul di rumah Lila dan berbagi cerita termasuk strategi nantinya. Merekapun akhirnya mempunyai tujuan yang sama yaitu membikin kapok dan mempermalukan si Boy, yang emang nggak punya rasa malu.

Sabtu, sehari sebelum rencana Lila dan temen-temennya dilaksanakan, mereka bertiga sengaja ngumpul di rumah Lila, karena hari itu rencananya Boy akan datang ke rumah Lila.

”Sebentar lagi Boy akan datang. Ntar kalian berdua ngumpet aja dulu di kamarku sambil nguping,” kata Lila mengatur strategi awal.

”Siplah!” jawab Kania.

”Terus langkah selanjutnya gimanah nih?” tanya Ivon pula.

”Nanti biarkan kita berdua seolah-olah enjoy dulu, ntar tugas kamu Von teleponin si Boy. Biar dia gelisah kita kerjain. Tapi ingat ini baru sebahagian dari rencana kita yang sebenarnya, karena rencana besar itu besok baru kita tumpahkan,” kata Lila ngejelasin.

”Oke kalau begitu,” kata Ivon sambil mengangguk dan bersemangat.

Tak beberapa lama setelah mereka bertiga ngerumpi, akhirnya Boy pun datang walaupun agak terlambat dari waktu yang telah dijanjikannya kepada Lila. Tapi itu semua tidak berarti bagi Lila, dan masa bodoh ah! baginya.

”Dasar jam karet,” bentak Lila pura-pura menggerutu seolah perhatian.

”Sorry deh telat dikit,” jawab Boy seolah tanpa dosa dan pede banget. ”Oya, gimana kalau kita keluar aja?” ajak Boy guna mengalihkah agar Lila nggak marah.

”Emangnya mau kemana?” tanya Lila asal.

”Terserah kemana, yang penting kita keluar aja,” kata Boy.

”Gua lagi males nih. Gua pingin di rumah aja,” jawab Lila penuh sandiwara. Sementara apa yang berputar dalam otak Lila, mampus ntar lo, nayawamu tinggal sedikit lagi, Boy.

Ketika Boy mau bicara lagi, tiba-tiba aja Hpnya berdering. Sementara dari raut wajahnya terlihat salah tingkah dan gugup banget, karena ternyata yang menghubunginya adalah Ivon. Gawat! Mati gue! pikirnya. Lila yang sudah tahu sebelumnya ambil gaya berpura-pura cuek dan nggak peduli banget, karena ia sudah tahu kalau itu dari Ivon.

”Bentar La,” kata Boy sambil meninggalkan Lila dari ruang tamu dengan penuh gundah menuju teras rumah, karena ia takut pembicaraannya didengar Lila. Padahal bagi Lila itu nggak penting banget.

”Halo Boy! Elo lagi dimana? Kok nggak jadi ke rumah kemaren?” tanya Ivon iseng seolah-olah ia berharap banget. Padahal ia hanya ingin menguji kejujuran Boy aja, walaupun sebenarnya dia sudah tahu apa jawabannya.

Ya nggak mungkin akan jujur orang seperti ini, abis emang sudah dari sononya nggak pernah jujur. Janjian mau ketemu dengan Ivon aja bisa batal. Ntah keduluan janjian dengan siapa saat itu sehingga nggak jadi ke rumah Ivon.

”Sorry ya, kemaren gua lupa. Gua sekarang lagi di rumah Jek,” jawabnya berbohong. Sementara matanya terus mengamati Lila di dalam rumah, karena khawatir kalau Lila nanti bisa mendengar pembicaraanya dengan Ivon. Bisa kiamat pikirnya.

Lo nggak perlu khawatir Boy, walau Lila nggak dengar, Lila nggak bakalan percaya sama elo. Jujur aja orang sudah kagak percaya sama elo, apalagi kalau elo berbohong.

Tapi sayang, rupanya suara Boy terdengar juga dengan Lila. ”Busyet! Sialan! Emang dasar buaya darat kampungan,” kata Lila ngomel sendiri dari dalam rumah. ”Elo lebih mentingin si Jek daripada kita-kita,” lanjut Lila lagi yang emang udah geram banget sama Boy.

”Elo lebih mentingin Jek daripada gua,” jawab Ivon pula dengan asal.

”Bukan begitu, sayang. Kemaren gua lupa ngasih tahu ke elo, kalau kemaren di rumah Jek lagi ada selamatan,” jawab Boy dengan penuh gombal kampungan. Sorry Jek, elo jadi tempat berlindung gua, bisik hati Boy.

Sayang kentut lo! bisik hati Ivon.

”Ya udah kalau begitu, sampe ketemu,” kata Ivon menutup pembicaraan.

Tak beberapa lama kemudian, dengan penuh salah tingkah si Boy pun kembali masuk ke dalam menemui Lila.

”Dari siapa sih?” kata Lila iseng pura-pura bertanya.

Kontan aja, mendengar pertanyaan Lila itu Boy terlihat serba salah dan salah tingkah, ia galau dan gelisah dengan wajah penuh dusta. Mampus dah!

”Dari Jek,” jawabnya santai.

Elo gak tahu kalau gua sudah tahu semua kebohonganmu. Dasar bajingan kampung, kata Lila ngedumel dalam hati. Lila pun kemudian diam seolah-olah percaya aja dengan jawaban Boy barusan. Baginya yang penting tujuan untuk mengerjain Boy harus lebih penting.

Boy yang emang sudah galau dan gelisah merasakan suasana sudah tidak nyaman, padahal nuansa di rumah Lila lagi nyaman dan adem. Akhirnya Boy pun terasa nggak betah dan pulang lebih cepat diluar dugaan Lila.

Keesokan harinya, yang merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh Lila, Ivon dan Kania untuk menghabisi dan menghentikan pertualangan sang play boy, Boy. Cukup sampe disini Boy, kata mereka bertiga.

Hari ini merupakan giliran Kania janjian ketemu dengan Boy. Mereka berdua sepakat ketemuan di kafe tempat pertama kali mereka bertemu, tempat pertama kali Kania menjadi korban rayuan gombalannya Boy. Boy benar-benar nggak nyadar kalau semuanya ini sudah diatur. Boy pun nggak nyadar kalau ia sudah masuk dalam sebuah perangkap skenario besar dari korban-korbannya sendiri.

Lila dan Ivon terlihat sedikit gelisah dan sudah tidak sabar menunggu kehadiran Boy. Mereka memang sudah pada duluan hadir di tempat itu dan berada di tempat yang tidak bisa dilihat oleh Boy.

Tepat pukul 20.00 wib, akhirnya Boy yang ditunggu-tunggu pun tiba langsung menghampiri Kania. Kania pun lantas berdiri dari duduknya menyambut kedatangan Boy.

”Sudah lama nunggunya?’” tanya Boy kepada Kania.

Basa basi doang lo! Bisik Kania dalam hati. ”Nggak, barusan aja aku disini,” balas kania juga dengan basa basi.

Lebih kurang tiga puluh menit sudah, Boy dan Kania berada di kafe ini sambil menikmati makanan yang mereka pesan, namun tiba-tiba aja Hp Boy berbunyi lantaran dihubungi oleh Ivon.

”Halo, met malam, Von,” kata Boy kalem membuka pembicaraan sambil menjauh dari Kania.

”Ya, malem,” jawab Ivon. ”Elo lagi dimana sih?” lanjut Ivon iseng bertanya.

”Gua lagi di rumah,” jawab Boy spontan.

Benar-benar bangsat, lo! Udah basi, telat lo ngelesnya! Bisik Ivon dalam hati. ”Kesini dong, gua lagi bete nih,” rayu Ivon sambil mencuil lengan Lila.

”Gua lagi capek banget, lagi males mau keluar. Sorry ya!” kata Boy pede dengan kebohongannya.

”Ya udah kalau begitu, nggak papa,” balas Ivon.

Setelah kontaknya diputus, Ivon dan Lila pun nggak bisa menahan tawanya sambil menutup mulutnya dengan tangan agar tidak didengar oleh Boy.

”Rasain lo, sebentar lagi dengan pembalasan kita. Waktu untuk pembinasaan lo tinggal menghitung detik doang, Boy,” kata Ivon bicara pelan dengan Lila.

Lila dan Ivon sudah benar-benar nggak sabaran untuk menghabisi Boy. Nasib baik lagi nggak berpihak, hukum karma sepertinya segera berlaku buat Boy. Sementara Kania sudah gelisah menunggu kehadiran kedua temennya untuk beraksi menjalankan skenarionya. Mereka bertiga memang sudah nggak sabaran mengacak-acak mukanya Boy dan menyiramkan jus mengkudu busuk kesekujur tubuh Boy, yang memang sudah mereka persiapkan dari rumah.

Malam itu merupakan malam yang naas dan apes bagi Boy. Dia harus mempertanggujawabkan atas semua perbuatannya terhadap ketiga cewek ini. Skenario yang diatur oleh Lila berjalan mulus. Boy yang lagi asik, tiba-tiba aja menjadi kaget nggak karuan melihat kehadiran korban-korbannya, Lila dan Ivon tiba-tiba datang secara bersamaan. Boy hanya terpaku diam menunggu eksekusi. Tapi dasar play boy tengik, dia berusaha terlihat santai, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Padahal dalam hatinya berkecamuk nggak karuan dan jantungnya berdebar kencang. Mampus dah gua! Pikirnya.

”Dasar bajingan! Buaye lu! Jadi ini kerja lo selama ini?” kata Ivon berang banget.

Lila yang nggak bicara, nggak tinggal diam. Lila lalu dengan semangatnya menyiramkan jus mengkudu tadi ke tubuh Boy. Pyuuuuur basah. Duh! Bau banget. Mampus deh lo, Boy!

Kania dan Ivon pun terus mencaci maki Boy habis-habisan. Lila yang sudah geram banget, akhirnya nggak tahan juga menahan emosinya, lalu dengan spontan menggampar muka Boy. Plaaaaaak, Boy tidak mengelak dan hanya diam.

Boy yang seperti maling ketangkap basah nggak bisa berkutik dan hanya diam dan pasrah tanpa perlawanan apa-apa dengan perlakuan ketiga cewek tadi. Mau bicara pun sudah nggak sanggup lagi. Mau ngeles pun sudah nggak bisa lagi. Ia seperti orang yang sudah kehilangan akal. Ia malu banget karena belangnya selama ini sudah ketahuan.

Dengan peristiwa itu membuat semua tamu di kafe pun tertuju kepada mereka berempat dan membuat membuat pengunjung heboh dan tertawa sambil bertepuk tangan melihat seorang cowok yang sudah basah kuyup menjadi bulan-bulanan tiga orang cewek. Rasain deh, Boy!

”Cukup sudah pertualangan cinta lo sama kita, Boy,” kata Lila sambil berlalu meninggalkan Boy berdiri sendirian.

Lila, Ivon dan Kania akhirnya pergi meninggalkan Boy sendiri. Boy pun akhirnya dengan perasaan malu banget pulang meninggalkan kafe yang menjadi neraka buatnya malam itu. Mimpi apa gua semalam, bisik hatinya seperti nggak percaya dengan apa yang telah terjadi.

Selama diperjalanan, mereka bertiga melepas tawa sejadi-jadinya di dalam mobil sedan yang dikendarai oleh Lila. Mereka pun merasa puas setelah sukses mengerjai Boy.

Makanya Boy, jadi orang jangan sombong banget dengan kegantenganmu, sehingga membuatmu lupa akan daratan. Kalau elo masih nggak nyadar juga, maka tunggu aja sebuah hukum karma yang mungkin lebih besar dari malam ini akan menghampirimu lagi. Percaya deh! Tuhan Maha Pengampun, kembalilah ke jalan yang benar, Boy. Insyaallah.
TAMAT



Latar belakang langit yang begitu indah dengan lukisan orange bercampur warna kelabu serta sang mentari yang akan segera sembunyi keperaduannya menjadi lukisan indah yang menemani semiliri angin sore yang tertiup sepoi-sepoi menerpa wajah seorang lelaki yang tengah duduk termenung di sebuah teras masjid agung besar di kota Bengkulu.
Reno Hermansyah, itu nama yang tertera di tanda pengenal yang tergeletak di sampingnya, Reno membuka handphonenya, menekan beberapa tombol hingga masuk ke aplikasi Opera yang akan segera membawanya ke dalam dunia Maya, dunia facebook yang sudah menjadi dunia kedua baginya, iseng sore itu ia membuka facebook untuk menanti waktu sholat maghrib yang akan tiba sekitar 1 jam lagi. layar biru putih dan penuh berbagai macam tulisan telah memenuhi setiap sudut layar handphonenya, seperti biasa tak terlalu banyak notification yang muncul di berandanya, sehingga ia iseng untuk mengecek sebuah profile facebook seseorang yang pasti ia buka setiap ia main facebook semenjak satu tahun yang lalu, perlahan ia mengetik sebuah nama di kota pencarian, dan setelah beberapa saat muncul lah sebuah profil di depan layar handphone Reno
Sebuah profile dengan nama Lisa Vinata lengkap dengan sebuah foto profile yang anggun dengan kerudung berwarna biru laut, sebuah photo profile yang dulunya hanya sendirian sekarang telah berdua dengan gambar sesosok lelaki, Reno hanya tersenyum kecil melihat photo profile tersebut, tangannya mengerakkan kursor ke bawah dan melihat sebuah status hubungan, ia kembali tersenyum kecil, disana tertulis Lisa Vinata berpacaran dengan Re…
Melihat nama tersebut membawanya jauh kemasa lalu, tepat ketika ia mulai kenal dengan sosok anggun pemilik profile facebook ini.
Beberapa berkas yang tersusun rapi tergeletak di depan Reno yang tengah menyandarkan dirinya untuk sekedar melepas penat sehabis lembur pada sabtu sore ini, suasana lenggang dan sepi membuatnya sedikit menghayal jauh, mengharapkan suatu saat nanti, di sore seperti ini ia dapat pergi jalan-jalan dengan seorang gadis yang ia cinta, meski itu hanya sebuah khayalan karena Reno sendiri tak pernah berani mendekati seorang gadis pun, meski sebenarnya mungkin ada yang menyukainya, namun karena sikap cueknya tersebutlah yang membuat sampai ia telah bekerja sekarang tak pernah memiliki pacar sekalipun.
“heiii… melamun aja…” tiba-tiba seorang lelaki mengejutkan Reno dari dunia khayalannya
“ahh… ternyata kamu Sony” jawab Reno singkat membalas kejutan sony, teman satu kantornya tersebut,
“engak ngapel malam ini Ren, hehe?” sindir Sony, sebenarnya ia tahu Reno tak pernah pacaran
“hmm.. ngak ada tuh…”
“begini aj, aku punya nomor cewek, kamu mau ngak?, dicoba dulu ntar kamu kenalan, sapa tau bisa menjadi pacarmu” balas Sony tersenyum menyindir.
Reno berpikir panjang, mungkin tak ada salahnya dicoba siapa tau beneran bisa kenalan
“hmm.. okelah… mana” tanya Reno sembari menyodorkan handphonenya
“ini, nama mereka Vina, Lisa, Meysa, dan Meirisa, tapi eittss tunggu dulu kita berteran, kamu punya nomor cewe ngak?” sebenarnya itu maksud terselubung dari Sony, menambah koleksi nomor cewe di handphonenya
“alaah… kamu kan udah punya istri kok masih minta nomor lagi?” tanya Reno menanggapi keinginannya, meski sebenarnya Reno tahu Sony ini orangnya playboy cap kecap
“udahh… aman itu, aku kan disini bujang lagi, hahahaha” balas Sony dengan enteng, ia bicara begitu karena istrinya tinggal di pulau jawa, sedangkan ia sendirian disini.
Dasar berengsek, itulah yang ada di benak Reno, namun ia tetap mengambil nomor yang diberikan Sony kepadanya sembari memberikan sebuah nomor cewek yang dulu ngak sengaja ia dapatkan dari facebook dan mungkin juga tidak aktif lagi. Keduanya deal dan segera keluar dari kantor, dimana diluar hari telah mulai gelap dan hujan rintik-rintik mulai turun menyelimuti malam minggu yang kelabu di kota bengkulu.
Malam itu juga Reno segera mencoba setiap nomor yang ia dapat dari sony tadi sore, tak dihiraukannya cerita panjang lebar dari teman satu kontrakannya Adi yang tengah fall in love dengan kakak tingkat di kampusnya itu, yang ada di benak Reno adalah untuk bisa mendapat sekedar teman smsan cewek malam itu,
“hai, met malem? Boleh kenalan?” begitu isi sms yang Reno ketik, dan segera ia kirim ke empat nomor cewek yang ia dapat tadi.
Detik beganti menit, menit berganti jam dan telah lewat 1 jam lebih, belum ada sms balasan yang masuk ke handphone Reno, karena bosan ia segera bangkit dan mau ikut Adi yang sibuk main game sepak bola di laptopnya,
Tiinngg… suara berulang kali mengema, Reno sadar itu nada pesan dari handphonenya, segera ia berlari dan meninggalkan adi yang terbengong-bengong, segera ia buka, sebuah pesan balasan dari Lisa
“malem juga, maaf bru balaz, boleh… maaf ini siapa ya?” balas nomot tersebut, Reno meloncat girang, tak disangkanya ada juga akhirnya yang membalas smsnya, segera ia balas sms tersebut..
“ini Reno, anak bengkulu, kamu Lisa bukan?” balas Reno, sembari nyengir kuda yang tersungging di bibirnya, Adi yang penasaran bangkit meninggalkan permainannya
“apa sih?, kayaknya seru banget Ren?”
Reno menjelaskan panjang lebar, mengenai nomor yang ia dapat dan si Lisa membalas sms tersebut, Adi hanya mengamini setiap perkataan Reno, malam itu Reno dan Lisa tak henti hentinya saling balas membalas sms, seperti tak ada sekat, dan keduanya sudah seperti sudah lama saling mengenal, dan Reno tanpa sadar bisa ngobrol banyak malam itu, tak seperti biasanya, dan tak terasa sudah hampir pukul 1 malam, dan keduanya saling berpamitan dalam sms tersebut.
Reno begitu bahagia, dipeluknya handphone tersebut, tak pernah menyangka ia akan begitu bahagia malam ini, tak menyangka ia ada seorang cewek yang membalas smsnya begitu ramah meski mereka belum saling mengenal, dan tanpa Reno sadari benih cinta mulai tumbuh terhadap gadis bernama Lisa ini.
Esoknya di hari minggu Reno memilih untuk pergi ke warnet, ia mengecek secara langsung facebook yang diberikan Lisa malam tadi, ketika ia log-in ada sebuah permintaan pertemanan.
Sebuah photo profile dengan gadis anggun berkerudung biru telah meng’add Reno duluan,
“hmm… manis… ini kah Lisa?” gumam Reno
Ia mengotak-atik profile Lisa, melihat seluruh informasi dari gadis ini, lengkap dan mulai saat itu, Reno pun tak segan lagi saling berkomentar dan berkirim pesan di dunia Maya kepada gadis pujaannya ini, meski belum terikat oleh sebuah hubungan dan belum pernah saling bertemu, Reno dan Lisa sudah begitu dekat, dan saling terbuka satu sama lainnya, Reno bepikir inilah cinta pertamanya, dan begitupun Lisa, berharap inilah penantian yang selama ini ia tunggu, lelaki yang akan selalu berada di sampingnya sampai kapanpun.
Suatu hari pernah Reno mengirimkan sebuah pesan ke Lisa
Ini hatiku, mau kamu beri nomor berapa dalam hati ini?
1 = aku cinta padamu
2 = aku benci kamu
3 = aku dan kamu bagaikan saudara
4 = aku iri padamu
5 = aku sayang kamu
6 = aku tak suka kamu
7 = aku adalah teman terbaikmu
Namun ketika itu Lisa malah cuek dan mengalihkan pembicaraan kesms yang lain, meski sebenarnya Lisa tau ia suka dengan Reno, namun ia belum begitu siap menjalani LDR (long Distance Relationship) pada saat itu.
3 bulan sudah Reno saling berbagi cerita dengan Lisa, meski sampai sekarang keduanya belum saling bertemu, dan atas saran Lisa pula Reno pagi hari itu berada di sebuah kampus swasta yang berada di bengkulu, ia akan segera mengambil kuliah sore sembari tetap bekerja di kantornya sekarang,
Reno berdiri di depan meja administarsi dan mengisi formulir pendaftaran masuk kuliah disana, tanpa ia sadari ada seorang gadis manis berambut pendek yang juga sedang melakukan hal yang sama di sampingnya, selesai menulis keduanya saling berhadapan, gadis itu tersenyum ke Reno, dan gadis itu memperkenalkan namanya
“nama saya Maya…”
“ehhmm.. saya Reno..” jawab Reno gugup, hatinya berdegup kencang, apa ini sebenarnya yang namanya jatuh cinta? Sejenak ia lupa dengan Lisa yang selama ini menemaninya dalam dunia Maya.
Keduanya saling bercerita, lancar dan mengalir, ternyata keduanya satu jurusan dan mereka berdua akhirnya saling bertukar nomor handphone.
Di tempat lain di kampus tempat Lisa kuliah, ia sedang berjalan dengan terburu-buru menuju kelasnya, dengan tumpukan buku yang dipegangnya, tanpa sengaja ia betabrakan dengan seorang lelaki, hingga buku tersebut berserakan di lantai, lelaki tersebut segera saja membantu membereskannya, keduanya saling berpandangan, entah apa artinya, tapi keduanya tampak saling menyukai satu sama lain, namun berbeda dengan lelaki tersebut, Lisa langsung menutup dan menampik rasa sukanya tersebut ketika pikirannya melayang mengingat Reno, lelaki yang menemaninya dalam sepi setiap harinya.
“terima kasih…” ujar Lisa
“sama-sama, oh ya kenalkan nama saya Rendra…” jawab lelaki tersebut dengan ramahnya sembari memberikan senyuman yang begitu manis.
“hmm, saya Lisa..” jawab Lisa singkat, keduanya berpisah hati keduanya sebenarnya saling bergetar satu sama lain, namun lagi-lagi Lisa tetap berusaha mempertahankan perasaannya kepada Reno,
Sampai dikelas ia segera mengirimkan pesan ke Reno, namun tumben kali ini Reno begitu lama membalasnya, dan juga tak mengangkat telpon darinya, Lisa gusar…
Kembali ke Reno, karena sedang asik mengobrol tak dihiraukannya setiap pesan yang berdering dari handphonenya, pikirannya hanya tertuju kepada gadis manis yang berada di depannya saat ini.
Malam itu malam yang begitu indah bagi Reno, bunga-bunga cinta bermekaran di hatinya, ia tak mengirim sms ke Lisa malam ini, malah sibuk dan gencar memngirimi Maya pesan berulang kali, meski tak begitu ditanggap oleh Maya, namun balasan-balasan singkat itu begitu berarti bagi Reno.
Ketika sedang asik smsan, sebuah sms masuk ke dalam handphone Reno
“aku tak tahu entah mengapa, tapi aku yakin ini yang ingin aku bilang padamu, aku bukanlah seorang punjangga yang mampu bermain syair, dan bukanlah seorang manusia yang memiliki kata kata romantis, namun aku ingin kau tahu, aku ingin menjadi nomor 1” sebuah sms dari Lisa yang mengejutkan Reno, ia bimbang, di satu sisi ia suka Lisa, namun perasaan cintanya begitu besar saat ini kepada si gadis berambut pendek bernama Maya tersebut, di tengah kebimbangan dan tanpa keputusan yang matang ia mengirim balasan ke Lisa, setelah mengingat lagi angka yang dahulu pernah ia kirimkan ke Lisa
“maaf, aku belum bisa sekarang, sebaiknya kita hanya menjadi nomor 7 untuk saat ini”
Lisa tersentak, hatinya begitu perih menerima penolakan tersebut, di kamar kecilnya ia menangis pilu, terisak dibalik bantal guling yang setia menemaninya malam itu, tak menyangka ia akan mengalaminya, hatinya perih..
Tiba-tiba handphonenya berdering lagi, Lisa berpikir itu adalah sms lain dari Reno, ia segera mengambilnya, ternyata bukan, itu pesan dari nomor asing, sebuah sms yang sedikit menenangkan hati Lisa saat itu, dan di ujung sms, pemilik nomor tersebut mengaku bernama Rendra..
“Rendra?, apakah dia lelaki yang tadi siang?” pikir Lisa
Malam itu juga, ia segera mengecek nama Rendra di dalam facebook, ternyata ada banyak dan salah satunya berteman dengan Reno, ternyata benar itu Rendra yang tadi siang, tak sengaja ketika meng’add Rendra, Lisa melihat hal aneh di dinding Reno, ia berkali kali mengirim wall ke seorang gadis cantik berambut pendek disana, yang ternyata seorang gadis yang kuliah satu tempat dengan Reno sekarang, Lisa sadar, ia kalah jauh dari gadis itu, perlahan ia mulai mundur dari mendapatkan hati Reno, ketika itu juga segera ia mengirimkan sebuah tautan lagu ke wall Reno, lagu chrisye yang dinyanyikan ulang d’masiv berjudul “pergilah kasih”.
Seperti biasa, di kampus Reno, dan teman-teman barunya terus berusaha untuk mendekati Maya, sembari se-sekali Reno membuka facebook, ia terkejut dengan sebuah tautan lagu yang masuk ke dindingnya, sebuah lagu yang dikirim oleh Lisa, tapi ia tak mengerti apa maksud lagu tersebut sehingga hanya dilike nya saja tautan tersebut.
Meski usaha Reno tetap sia sia, karena sepertinya Maya belum juga terlalu merespon sikap dari Reno, namun meskipun begitu mereka tetap berteman dengan akrab.
Sore itu selepas kuliah, Reno pulang ke curup, karena kuliah dan kerjanya tengah libur dan ada reuni kecil kecilan yang dilakukan teman sekelasnya di waktu sma dahulu, dan juga sesuai rencana Lisa dan Reno dahulu akan bertemu beberapa hari lagi.
Suasana cukup ramai, beberapa teman SMA Reno saling mengobrol karena sudah lama tak bertemu, Reno hanya duduk sendirian di sebuah pojok ruang, bermain dengan handphonenya, seperti biasa ia membuka facebook dan profile yang ia buka kalau ngak Lisa ya Maya.
“ren… apa kabar?” tiba-tiba Rendra, teman Reno mengejutkannya dari belakang
“oh, Rendra, baik, kamu apa kabar?” balas Reno singkat
Keduanya ngobrol panjang hingga tibalah Rendra masuk pertanyaan yang tak diduga oleh Reno
“kamu kenal Lisa ya?, dia pacar kamu?” tanya Rendra
“eh… kamu tau dari mana aku dekat dengan dia?, engak kami Cuma temanan..” jawab Reno singkat sembari berlalu meninggalkan Rendra, dia sedikit terkejut dan bertanya-tanya kenapa Rendra tau tentang Lisa, ada sedikit rasa geram di hatinya
Hari yang ditentukan tiba, akhirnya kedua insan yang telah berkenalan cukup lama ini bertemu juga, di sebuah kebun teh dengan hamparan yang begitu indah dan luasnya, membentu horizon di setiap ujungnya, ditemani semilir angin sore hari yang begitu dingin dan juga kabut tipis menyelimuti beberapa bagiannya.
Reno berdiri tegak menatap seorang gadis yang tak ia sangka begitu anggun, bagitu manis dengan sebuah kerudung birunya yang melambai lambai terbang ditiup angin sore itu, ia tersenyum manis kepada Reno, ia sadar dan sangat menyesal telah menolak wanita ini, namun dibenak Reno, mungkin ia masih punya kesempatan.
Keduanya duduk di sebuah bangku di atas sebuah bukit yang penuh dengan pohon-pohon teh tersebut, sesekali ada beberapa ibu-ibu pemetik teh yang lewat, keduanya mengobrol meski tak selepas dan tak sebebas ketika mereka ngobrol lewat dunia Maya, hati Reno tenang, namun berbeda dengan Lisa, ia tak begitu merasa pertemuan ini seistimewa yang dirasakan Reno, yang hanya ada di benaknya sekarang mungkinlah seorang lelaki yang beberapa hari lalu ia temui, Rendra…
Keduanya berpisah, ketika sang mentari sudah hampir mau turun keperaduannya, Reno mengantar Lisa ke tempat temannya, tidak langsung ke rumahnya, keduanya berpisah, yah sebuah pertemuan pertama dan tak tahu apakah akan jadi pertemuan yang terakhir kalinya dalam hidup mereka, yang jelas sekarang sudah berbalik, Reno yang jatuh cinta berat, sedangkan Lisa tak ada perasaan lagi dengan Reno.
Meski perasaan ke Lisa telah kembali menggebu gebu, Reno masih bimbang untuk menjalani hubungan jarak jauh jika memang mereka jadian sehingga, fokusnya tetap ke Maya saat ini.
Namun alangkah terkejutnya Reno ketika ia baru sampai ke kampusnya, Maya sedang diantar oleh seorang lelaki menggunakan sebuah motor besar yang gagah, Reno kalah telak, dan ketika Maya sudah berada di dalam kelas
“diantar siapa tadi may?” tanya Reno
“ehmm…itu tadi?, dia hengki, cowo aku…?” jawab Maya singkat sembari mengambil tempat duduk yang jauh dari Reno.
Hati Reno terhenyak, tak adakah lagi, atau sudah terlambatkah dirinya, dan dari informasi yang ia korek dari teman Maya, ternyata hengki dan Maya barusan jadian beberapa hari ini.
Malam itu, Reno galau, hatinya kacau balau, ketika itu ia ingat dengan Lisa…
Segera saja ia sambar handphonenya, dan diketiknya sebuah sms ke nomor Lisa
“Lisa, aku sadar, setelah pertemuan kita kemarin, aku sadar perasaanku yang sesungguhnya kepadamu, aku ingin aku dan kamu menjadi yang nomor 1, aku cinta kamu Lisa…”
Dan beberapa menit kemudia Lisa membalas sms tersebut
“maaf ren… seperti yang kau bilang dahulu kita mungkin dan akan selamanya jadi yang nomor 7, maaf… aku sudah anggap kamu sebagai teman terbaikku, tapi tidak sebagai kekasih, maafkan aku…”
Dan apa yang dialami Lisa beberapa bulan yang lalu akhirnya dirasakan juga oleh Reno, ia merasakan pedihnya ditolak oleh seseorang, malam itu ia tak bisa tidur, hatinya kacau, ia tak tahu harus kemana,
Dan beberapa hari kemudian kondisi diperparah oleh kacaunya pekerjaan dan kuliahnya yang berantakan, ia juga bermusuhan dengan sony sekarang dikarenakan sony yang sedang ribut dengan istrinya menganggap Renolah yang membocorkan rahasia selingkuhannya tersebut.
Di tengah kalut, Reno masih juga sempat membuka facebook, hatinya terhenyak kini photo profile Lisa sudah berganti, di sampingnya ada seseorang lelaki yang ia kenal, ya Rendra…
Dan hubungan di statusnya pun berubah Lisa vinata berpacaran dengan Rendra syahputra, Reno terdiam tak disangkanya semuanya akan menjadi seperti ini, dibukanya kembali dindingnya sendiri, ia lihat kembali tautan yang dikirimkan Lisa, kini ia sadar apa maksud dari lagu tersebut, ia sadar betapa ia begitu jahat kepada Lisa pada waktu itu, bait demi bait lagu tersebut ia dengar, dan sadarlah pula Reno bahwa setiap bait demi bait lagu tersebut mewakili perasaan Lisa pada saat itu.
Di tengah kegalauan tersebut, sebuah fp menarik muncul di beranda, dengan nama strawberry, Reno yang tengah hancur tersebut mencoba mencari pencerahan dari fp tersebut, sebuah fp yang banyak mengulas berbagai cerita dan kegiatan islami, dan dari sana ia sadar, bahwasanya hubungan pacaran itu hanya akan merusak hati saja,
Semakin lama Reno semakin tertarik dengan fp tersebut, dia pun juga bergabung dengan berbagai grup lain yang mengulas cinta yang sesuai syariat islam, tak hanya disitu semangatnya untuk lebih mendalami islam pun lebih menggebu gebu kini, tawaran temannya untuk dicarikan pacar ditolaknya mentah-mentah, dan kini ia lebih sering sholat di masjid dan berbagai kegiatan islami positif lainya, dan itu juga didukung dengan kondisi adi yang tak jauh berbeda dengan Reno, setelah beberapa banyak pengorbanan dan usaha yang ia lakukan kepada ayuk tingkatnya ternyata berbalas pahit, si ayuk tingkat tersebut malah berpacaran dengan orang lain, dan oleh karena itu Reno dan adi pun sepakat untuk lebih menyerahkan jodoh kepada yang maha kuasa, sembari terus berusaha untuk berikhtiar dan memperbaiki diri, termasuk yang ia lakukan sore itu, kebiasaan baru Reno yang sering sholat ke masjid agung di kotanya.
“allahuakbar…allahuakbar…” sebuah adzan maghrib mengumandang kencang membelah angkasa, menyadarkan Reno dari lamunan panjang tentang masa lalunya tersebut, ditutupnya handphone dan segera ia ambil wudhu lagi, ia sholat berjemaah dengan beberapa orang laiinya disana, setelah berdoa ia pun keluar dan akan segera pulang ke rumah..
“aduuh…” tiba tiba suara muncul di sebelahnya, seorang gadis yang berkerudung panjang, lengkap dengan baju terusannya yang menutup setiap senti dari auratnya terjatuh di tangga, buku buku dan makalah yang ia pegang berserakan di tangga masjid, Reno yang melihat hal tersebut segera membantunya, dipunggutnya buku buku tersebut, sekilas ia sempat melihat nama gadis itu.
“syukron…” jawab gadis itu pelan sembari langsung segera ke arah motor mionya yang tengah terparkir di lapangan
“afwan…” jawab Reno singkat, ia tersenyum lepas… hatinya merkah, meski ia sadar ia tak boleh menjatuhkan perasaan itu kepada seseorang yang belum halal baginya..
“meyda…” gumam Reno pelan… sembari masih tersenyum dan membayangkan gadis tadi
“astaghfirullah…” lafas Reno, ia tersadar dan segera mengambil motor bebeknya yang terpakir di lapangan dan segera pulang kerkontrakannya
Angin malam itu menerpa setiap senti wajah Reno yang penuh dengan keringat, menyelusup kedalam relung hati Reno, sebuah hati yang telah sembuh dari luka lama yang tak akan ia ulangi lagi di masa yang akan datang, sebuah hati yang hanya akan ia berikan kepada seorang gadis, gadis yang kelak akan benar-benar telah halal baginya…




Pagi itu Ayah mengajakku pergi ke rumah seorang rekan kerjanya, ku juga heran padahal jika ayah pergi kemana mana tak pernah mengajaku.
“Koko (nama panggilan ayah padaku) sekarang kamu siap-siap, ayah mau ajak kamu ke rumah temen kerja ayah” ucapnya
Aku terbengong loh tumben-tumbenan ayah mengajakku untuk pergi dalam hatiku “emang ada apa yah? Tumben ayah ngajak aku pergi bareng” Ucapku.
Sambil merapihkan bajunya ayah menjawab “sudah kamu sekarang mandi terus kamu pakai pakaian yang rapi, pakai kemeja yang kemarin ayah beliin ok nak” aku hanya bisa menganggukan kepala, dan rasa penasaranku yang dalam membuatku tak menentu, tak tau lah kenapa.
Aku segera bergegas mandi dan berdandan layaknya orang mau keondangan. Aku segera keluar dari kamarku nyamperin ayah yang sudah siap nyalain mobilnya tuk segera pergi.
“yah aku sudah siap nih, memang kita mau kemana sih yah? aku jadi penasaran” ujarku.
Ayah hanya bisa tersenyum penuh kebanggaan, “sudah jangan penasaran nanti juga kamu tau, sudah pamitan sama mama belum?” tanya ayah.
“oh iya sampai lupa sama mama buat pamitan saking penasarannya, bentar ya yah ku pamit sama mama dulu” ucapku.
Dengan langkah kaki yang agak cepat ku samperin mama yang tengah baca novol di ruang tamu “mama aku pamit dulu ya, aku mau pergi sama ayah” kataku, dengan wajah yang agak kaget mama langsung menatapku.
“mau pergi kmana kamu red, tumben barengan sama ayah, biasanya gak gitu” ucap mama, aku langsung ambil tangan mama dan ku cium. Sebari pergi nyamperin ayah “gak tau mah aku juga, ayah gak bilng tuh, mah ku pergi dulu ya dah mamah” pamitku pada mama.
Aku langsung masuk mobil dan ayah bergegas tancap gas.
Beberapa menit setelah mobil masuk jalan raya, ku bertanya pada ayah “yah memang kita mau kemana sih kok hari ini ayah aneh deh” tanyaku,
“sudah nanti juga kamu pasti tau lah, ayah mau ke budi asih saja kok”
“hemmmzz, iya iya” ku hanya bisa mengganggukan kepla saja walau hati penuh dengan penasaran.
Beberapa puluh menit kemudian sampailah ke tempat tujuan ayah, rumah no 14 blok 5. Oh jadi ini ya rumahnya ujarku dalam hati, mobil ayah langsung masuk dan di parkir di halaman depan rumah tersebut. Terlihat seorang laki-laki sepantaran ayah terus seorang wanita yang umurnya kira-kira sama dengan umur mama dan seorang gadis cantik matanya sipit uuuhh cantik banget.
“hey red ayo turun kita sudah nyampe ni ayo turun” ajak ayah
“iya yah” kataku sambil memandangin gadis itu.
Aku sama ayah langsung disambut baik oleh keluarga teman ayah tersebut, kami saling bejabat tangan dengan mereka dan langsung dipersilahkan masuk ke ruang keluarga. Setelah beberapa lama kami berbincang, sekarang aku tau maksud ayah mengajaku kemari apa alasanya. Ayah ingin menjodohkan aku dengan si gadis dari keluarga tersebut namanya irene patrysia, keturunan tionghoa, hati deg degan tak karuan saat ayah dan teman nya beserta istri temannya itu meninggalkan aku berdua dengan si gadis cantik irene tersebut. Aku hanya bisa senyam senyum penuh malu saat berduaan di ruang keluarga tersebut. Beberapa saat aku dan irene hanya bisa terdiam hanya bisa senyam senyum gak jelas dan penuh rasa malu, maklum lah namaya juga baru kenal.
Dengan perasaan was was aku kepaksa berkata duluan, takut membuat irene BT.
“mmmm iren ma ma ma masih kuliah hehe?” tanyaku smbil tersenyum.
Dengan senyum di bibirnya yang merah manis merona iren langsung menjawab pertanyaanku “masih, mmm koko sendiri gimana?” ucapnya, wwwaaahh suaranya indah banget aku bahagia gak karuan, dari situ eeemm kira-kira sejam lah lamanya aku dan irene berbincang2 sampai ku mendapatkan no handponenya, bahagia gak karuan sekali hatiku saat itu.
Setelah puas ku berbincang degan iren ayah datang bersama temannya namanya pak henhen dan istrinya bu alisia. Ayah langsung mengajaku pulang dan kami bergegas pamitan pada keluarga trsebut. Kami keluar rumah. Irene berjalan di sampingku
“irene ku pulang dulu ya nanti malam ku bisa telfon kamu?”
Dia langsung mengambil tanganku dan menciumnya, waaahhh makin deg degan saja aku gemeteran huhh…!!! “hati-hati ya koko, nanti kalau sudah sampai di rumah kalau mau telfon, telfon saja, tak perlu menunggu malam ya” kata irene sambil menatap wajahku dengan senyuman manisnya, aku makin gak karuan saja.
Aku dan ayah bergegas naik ke mobil dan pak hen hen beserta bu alisia dan iren melambaikan tangannya padaku dan ayah yang sudah di mobil. Beberapa saat setelah mobil berjalan ku langsung tertawa pada ayah “hahahaha ayaaahhhku tersayang aku bahagia banget hari ini” ucapku pada ayah.
“cantik gak si irene? Heh sebenarnya ayah sudah sejak lama mau kenalkan kamu sama gadis itu” kata ayah.
“kenapa gak dari dulu yah, aku suka banget sama gadis itu cantik, baik, ramah, sopan aaahhkk pokoknya dia punya segalanya yah” kataku.
Ayah hanya tersenyum saja, dan setelah beberapa saat lamanya di perjalanan kamu sampai juga di rumah, aku langsung salaman sama ibu dan langsung masuk ke kamarku, ku telfon irene dan dia langsung mengangkt telfonku, bahagianya aku, sampai saat ini aku dan irene pacaran dan setelah lulus kuliah nanti ku dan irene berencana tuk langsung menikah.
Keluargaku dan keluarganya sangat mendukung dan menyetujui kami hahahah BAHAGIA SEKALI
Sekian




Bu Hamidah Pergi Haji



Saat itu bu Hamidah bermimpi. Bu Hamidah bermimpi sedang pergi haji. Bu Hamidah ingin sekali pergi haji. Tapi pasti ada gangguan terus. Keesokan harinya, bu Hamidah menceritakan mimpinya itu kepada Novita, Anita, Dinda, Fitri dan Sinta.
“Dinda coba panggil teman terdekatmu yang baik hati. Nanti teman yang kamu cari dan kamu akan di ceritakan tentang mimpi Ibu yang menakjubkan. Mau tidak?” tanya Bu Hamidah. Dinda menjawab “mau Bu mau”. “ya sudah. Sekarang panggilkan temanmu.” Jawab Bu Hamidah lagi.
Akhirnya Dinda memanggil teman-teman-nya. “hai, Sinta, Fitri, Novita dan Anita kita di panggil sama Bu Hamidah!” seru Dinda.
“kita di panggil sama Bu Hamidah. Ada apa ya?” mereka heran. Mereka sangat kaget karena tidak biasanya Bu Hamidah memanggil mereka.
Sesampai-nya di ruang Bu Hamidah.
“ada apa ya Bu memanggil kita semua?” tanya mereka.
“tidak, Ibu hanya ingin menceritakan kepada kalian” kata Bu Hamidah.
“Ibu ingin bercerita tentang apa?” tanya mereka semua.
“semalam Ibu bermimpi kalau Ibu pergi ke tanah suci. Semoga mimpi Ibu terkabul. Kalian doa-kan Ibu ya, semoga Ibu bisa pergi haji atau pergi ke tanah suci.
“ekhm… iya Bu kami akan mendoa-kan Ibu semoga Ibu bisa pergi ke tanah suci dan bawakan kami oleh-oleh ya!” seru Dinda.
“Dinda, kan Bu Hamidah belum pergi haji. Gimana sih?” tanya Anita.
“ekhm… aku lupa. He… he…!” seru Dinda.
Akhirnya setelah mereka mendengarkan cerita tentang mimpi-nya Bu Hamidah. Mereka memberi tahu kepada teman-temannya agar mendoakan Ibu Hamidah supaya bisa naik haji. Tiba-tiba saat Novita belum selesai berbicara, malahan sama si Syifa dicela.
“hai, kalian semua, sini ngumpul. Ada pengumuman…?” kata-kata Novita yang telah dicela oleh Syifa.
“ihh… ada apa sih rame bangeut deh? Aku gak suka sama tempat rame kayak begini!” kata Syifa.
“ihh… Syifa jangan mengganggu gera. Udah tahu emangnya apa pengumuman-nya?” tanya Mereka.
“pasti besok ada pelajaran memasak, iya kan?” jawab Syifa.
“ekhm… bukan. Kamu mah sok tahu deh makanya dengerin dulu apa kata orang. Jangan orang lagi ngomong malahan kamu cela.” kata Dinda.
“Udah Din. Gak apa-apa kok biarin aja, biar dia gak tau apa pegumuman-nya. Jangan ngebentak orang ya, kan kasihan. Coba kalau kamu di gituin pasti kamu sedih. Nanti malahan orang itu nangis. Kasihan si Syifa. Kan dia yatim piatu. Nanti kalau kamu ngomelin Syifa lagi, nanti orangtua-nya sedih melihat anak-nya di bentak orang lain. Lebih baik yang pas waktu omongan sejak kapan gitu, kita gugurin aja. Lebih baik kita masukan si Syifa ke best friend kita aja, boleh ya? Nanti daripada Syifa makin bandel gimana hayoo? Kan kita bisa menjaga dia, menasehati dia, dan yang lain-nya. OK!” kata Novita.
“ooo… ya sudah. Aku turutin apa katamu saja.” jawab Dinda.
“bagaimana kalian setuju tidak?” tanya Novita.
“SETUJU…” kata mereka.
“oke sekarang balik lagi ke pengumuman ya. Pengumuman bahwa Ibu Hamidah bermimpi kalau Ibu Hamidah pergi haji. Ibu Hamidah jadi ingin melakukan itu. Jadi kalian doa-kan ya semoga Ibu Hamidah bisa pergi haji. Amiiinnn.” kata Novita.
“Amiiiinnn!” seru mereka.
“Syifa maafin Dinda ya? Dinda bukan-nya mau ngeledek atau ngapain kamu. Dia cuma mau ngasih tau kamu. Cuman begitu doang kok. Kamu mau tidak jadi best friend kita? Nanti kita lindungin kamu kok nanti kalau ada yang bandel selain nanti kita urusin. Itu mah masalah cetil!” seru Fitri.
Akhirnya mereka jadi berenam. Saat itu Anita sedang bingung, bagaimana Anita mengumpulkan uang untuk pergi haji Bu Hamidah.
“eh Nov, lebih baik kita ngumpulin uang untuk Bu Hamidah aja. Kaita kasih tahu ke anak lain.
“oh iya-ya, ya sudah nanti aku bilangin ke teman-teman deh!” seru Novita.
Setelah memberi tahu kepada teman-temannya kalau mengumpulkan uang untuk Bu Hamidah. Mereka bermain sejenak. Setelah bermain, mereka pergi ke tempat memasak untuk belajar dan untuk di makan (makanan-nya bukan alat-alatnya.) Setelah mereka memasak mereka pergi beristirahat atau tidur di kamar masing-masing.
Keesokan harinya, Dinda pergi ke kamar teman-nya untuk membangunkan mereka. Setelah mereka bangun mereka ingin pergi ke kamar anak-anak asrama. Untuk meminta sumbangan untuk Bu Hamidah.
“eh kita ke kamar anak-anak yuks, untuk meminta sumbangan!” seru Sinta.
“ayuks!” seru Fitri.
Setelah mereka pergi meminta sumbangan kepada anak asrama, mereka pergi ke ruang memasak kembali.
“eh, kita pergi ke ruang memasak yuks!” seru Syifa.
“ayuks. Gening kamu ngajakin kita ke ruang memasak biasanya aja Novita!” heran Dinda.
“ahh… gak pa-pa deh yang penting nanti Bu Hamida dating dan kita berikan sumbangan itu untuk Bu Hamidah. Ayu ah… masa kita diam terus di lapangan. Nanti disangka kita orang gila lagi.” kata Syifa.
Sesampainya di ruang memasak.
“eh kita masak apa yang?” tanya Novita.
“lebih baik kita masak sop aja.” kata Syifa.
“oh iya-ya. Gening kamu mau masak itu. Biasanya, kalau masak sayur marah!” seru Fitri.
“biarin. Kan lagi kepengen.” kata Syifa.
Akhirnya mereka memasak sop. Setelah memasak sop, tiba-tiba Bu Hamidah mengagetkan kita semua. dengan cara mematikan lampu.
“ceklekkk… (suara saklar)” Bu hamidah mematikan lampu.
“waduh, mati lampu nih. Gimana nih? Nanti kalau ada hantu begimana?” ketekautan Dinda dan Syifa pun mulai.
“sudah kok tenang saja. Itutadi Ibu kok yang mematikan lampu ini. Untuk menguji kalian. Apakah kalian takut dengan hantu?” tanya Bu Hamidah.
“tidak kok Bu cuman yang takut itu Dinda sama Syifa. Nanti kita latih lagi biar tidak takut sama hantu deh!” seru Anita.
Setelah mereka memasak. Mereka memberikan infaq yang sudah mereka kumpulkan. Uang yang untuk pergi haji itu sudah cukup atau pas.
“Bu ini sumbangan dari kami dan anak-anak asrama. Semoga Ibu senang. Infaq ini untuk Ibu pergi haji dan yang lainnya.” kata mereka.
“terima kasih anak-anak. Nanti kalau Ibu kesana. Ibu bawakan oleh-oleh deh!” Seru Bu Hamidah.
Bebereapa hari kemudian. Bu Hamidah pergi ke bandara untuk pergi ke Mekah. Lalu saat di perjalanan, anak-anak sedang asyik mengobrol dengan Bu Hamidah.
“Bu, kita doakan nanti di perjalanan baik-baik saja ya!” seru mereka. Ibu Hamidah hanya mengangguk. Sesampainya di bandara. Bu Hamidah tahu kalau jika pergi jauh dari anak-anak, pasti anak-anak akan sedih. karena Bu Hamidah adalah guru yang terbaik di asrama. Tapi, saat menanyakan kepada anak-anak
“coba Ibu mau nanya, kalian jika ditinggal sama Ibu nangis tidak?” tanya Bu Hamidah.
Mereka menjawab “insyaalah tidak Bu.” jawab mereka.
“ya sudah, nanti kalian doakan Ibu ya supaya Ibu bisa berangkat dengan selamat.” kata Bu Hamidah.
“ya Bu nanti kita doakan Ibu.” kata mereka.
Saat di tempat pemeriksaan barang, ada informasi.
“informasi, bahwa pemberangkatan dari Indonesia ke Mekah akan segera berangkat.” kata orang yang memberitahu pengumuman.
Setelah itu Bu Hamidah meminta doa restu untuk anak-anak supaya perjalanan Ibu Hamidah ke Mekah selamat.
“doakan Ibu yah, semoga selamat sampai di tempat tujuan.” kata Bu Hamidah.
Akhirnya Ibu Hamidah berangkat menuju Mekah.
Sesampainya di Mekah.
“alhamdulillah, akhirnya sampai juga di Mekah.” kata Bu Hamidah dalam hati.
Ibu Hamidah tidak menyangka, kalau Ibu Hamidah bisa melaksanakan pergi haji bersama yang lain. Bu Hamidah bersama orang-orang yang ingin pergi haji pun sedang menginap di hotel yang terdekat.
Keesokan harinya, Bu Hamidah dan yang lain-nya pergi ke tempat Masjidil Haram. Selama 2 hari Bu Hamidah dan yang lain di situ hanya saat malam Bu Hamidah pergi ke hotel. Lalu subuh-nya kesana lagi.
2 minggu kemudian. Anak-anak di asrama merindukan Bu Hamidah.
“aduh gimana ya keadaan Bu Hamidah?” Novita bertanya.
“ekhm… gak tau deh.” jawab Dinda
Selama itu Bu Hamidah sedang membelikan oleh-oleh untuk anak-anak asrama. karena, mereka sudah membantu Bu Hamidah pergi ke tanah suci. Akhirnya setelah membeli oleh-oleh untuk anak-anak di asrama. Bu Hamidah pergi ke tempat air zam-zam. Ibu Hamidah membawa air zam-zam untuk oleh-oleh. Pokoknya oleh-olehnya itu mainan dan makanan.
5 minggu kemudian…
Bu Hamidah pulang ke asrama. Sesampainya di bandara yang ada di mekah. Ibu Hamidah menunggu di ruang tunggu. Sesampainya pesawat yang akan menuju ke Jakarta.
Sesampainya di Jakarta. Anak-anak sudah menunggu di bandara.
“bagaimana Bu di sana? Enak tidak?” tanya Dinda.
“ya, seru kok. Ibu bawakan kalian oleh-oleh looo…!” seru Ibu Hamidah
“apa aja tuh Bu oleh-olehnya?” tanya mereka.
“apa aja dong!” seru Bu Hamidah.
Akhirnya setelah Bu Hamidah memberikan oleh-oleh kepada mereka, Ibu Hamidah juga memasak makanan kesukaan mereka.




“Rei, aku mau curhat sama kamu.” Ujar sahabatku Veronica.
“Mau curhat apa?”
“Sebenarnya aku lagi suka sama seseorang.” Ujarnya malu-malu.
“Cie, ada yang lagi jatuh cinta nih. Siapa orangnya?” ujarku penasaran.
“Namanya… Haekal.”
“Apa? Haekal? Vero menyukai Haekal.” Ujarnya kaget dalam hati.
6 Bulan yang lalu…
Hari ini, hari pertama sekolah setelah MOS berakhir. Aku akan menjalani hidup yang baru, bersama teman-teman baru. Perkenalkan Namaku Reina Syahputri, aku bersekolah di Internasional School, dimana sekolah elit yang sangat populer di Indonesia. Aku sangat senang bisa bersekolah di sini, walau harus melakukan kerja keras yang tak sia-sia.
Akhirnya aku sampai di sekolah, aku langsung berjalan menuju mading untuk melihat aku akan masuk kelas apa. Kulihat di mading, satu-persatu nama kubaca, dan aku menemukannya. Aku berada di kelas 7A. Aku langsung menuju ke kelas 7A yang berada di sebelah kelas 8A dan 9A. Di kelas, aku langsung berkenalan dengan teman-teman baru, namanya Veronica Ika dan Cut Friska. Beberapa hari setelah perkenalan, kami sudah menjadi sahabat baik. Ketika kami pertama kali masuk lab fisika, kami dibagi menjadi kelompok. Aku dan Friska satu kelompok, tapi Veronica berada di kelompok yang berbeda dengan kami. Namun, di sinilah cerita di mulai.
Di kelompok praktikum, ada seorang cowok yang satu kelompok denganku, namanya Muhammad Haekal. Dia dipilih menjadi ketua di kelompok kami, sedangkan Friska menjadi sekretarisnya. Ketika pertama kali melihatnya, bagiku biasa saja, tapi lama-kelamaan tumbuh perasaan yang ingin terus berada di dekatnya. Aku mulai merasakan hal yang tidak enak “Tidak mungkin aku menyukai Haekal, tidak mungkin” ujarku dalam hati menyakinkan, jadi aku memutuskan untuk melupakan perasaan yang aneh itu. Namun, berapa kalipun kucoba untuk melupakan perasaan itu, semakin besar perasaanku padanya.
Aku berencana untuk curhat dengan sahabat-sahabatku, tapi aku mengurungkan niatku untuk memberitahu mereka. “Ternyata memang benar aku menyukainya, tapi tidak mungkin Haekal juga punya perasaan yang sama denganku, tidak mungkin” ujarku dalam hati. Perasaan ini terus kusimpan selama berbulan-bulan sampai aku mendengar pengakuan Veronica dan Friska membuatku terkejut. Ketika Reina pulang sekolah menunggu jemputan datang…
“Rei, aku mau curhat sama kamu.” Ujar sahabatku Veronica.
“Mau curhat apa?”
“Sebenarnya aku lagi suka sama seseorang.” Ujarnya malu-malu.
“Cie, ada yang lagi jatuh cinta nih. Siapa orangnya?” ujarku penasaran.
“Kamu mengenalnya kok. Namanya… Haekal.” Jawab Vero malu-malu kucing.
“Apa? Haekal? Vero menyukai Haekal.” Ujarnya kaget dalam hati.
“Benarkah? lalu apa kamu sudah memberitahunya?” Ujarnya tersenyum paksa.
“Aku enggak berani Rei, aku takut dia menolakku dan pertemanan kami malah berantakan” ujarnya menunduk sedih.
“Kamu harus mencobanya Ver, agar beban di pundakmu hilang.” Ujarku mengangkat wajahnya.
“Begitu ya… Terima kasih Rei atas sarannya, itu sangat membantu.” Ujarnya kembali tersenyum.
“Sama-sama, aku senang kok bisa membantu sahabatku sendiri.” Ujarku senyum kecil.
“Eh, Rei udah dulu yang, aku masih ada kerjaan nih.” Ujarnya meninggalkan Reina sendirian.
“Iya.” Aku tersenyum melambaikan tangan. Lalu datanglah Friska.
“Eh, Rei. Aku boleh minta bantuan kamu enggak?” tanyanya ragu-ragu.
“Boleh, mau minta tolong apa?”
“Aku mau minta tolong comblangin aku dengan Haekal dong!” ujarnya memohon.
Aku kaget mendengarnya, “Friska juga?” ujarku dalam hati.
“Hmmm, gimana ya Fris. Aku liat dulu deh.” Ujarku tersenyum memaksa.
“Iya, udah dulu ya. Bye.” Ujarnya meninggalkan Reina sambil melambaikan tangan. Reina pun membalas lambaikan Friska, “Bagaimana ini, kedua sahabatku menyukai orang yang aku sukai… Tuhan… tolong hambamu ini…” kataku meneteskan air mata. Lalu jemputan Reina pun datang.
Sesampainya di rumah, Reina langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Reina benar-benar bingung dengan apa yang harus dilakukan oleh dirinya. Masalah ini juga membuatnya sangat lelah, sampai Reina tertidur lelap di kamarnya. Ketika Reina terbangun, ia melihat kedua temannya melihatnya dengan tatapan penuh kebencian.
“Reina, kenapa kamu enggak pernah bilang kalau kamu suka sama Haekal? kamu tau kan kalau kami suka sama dia! kenapa Reina? kenapa?!” Ujar Veronica dan Friska Marah. Tiba-tiba Reina terbangun dengan tubuh yang terselimutkan oleh keringat-keringat yang bercucuran. “Syukurlah, ternyata hanya mimpi.” Ujarnya lega.
Hal ini benar-benar mengganggu pikiran Reina, bahkan beberapa nilai ulangannya sampai anjlok. Kedua sahabatnya yang melihat keanehan dari Reina pun cemas. Mereka memberanikan diri untuk bertanya pada sahabatnya itu.
“Rei, kamu kenapa kok murung aja dari tadi?” ujar Friska.
“Kalau ada masalah bilang aja, kamu bisa minta bantuan kita kok.” Ujar Veronica
“It’s OK, I’m fun. Oya, masalah Fris. Maaf, kayaknya aku enggak bisa bantuin kamu deh. Maaf ya.” Ujarnya Reina merawatkan tangan ke depan wajahnya.
“Enggak apa-apa kok, lagian aku sudah menyerahkan dia ke Vero.”
“Hah? kamu tau Veronica juga suka sama dia?” jawabku kaget.
“Iya, semalam Vero telepon aku dan menceritakan semuanya. Lagian, aku suka sama dia Cuma main-main kok. Jadi enggak usah anggap serius.” Ujar Friska santa.
“Jadi Ver, kapan kamu mengatakan yang sebenarnya pada Haekal?”
“Mengatakan apa?” tiba-tiba muncul Haekal dari belakang Reina. Mereka bertiga benar-benar kaget, soalnya Haekal tiba-tiba muncul seperti hantu.
“Ah, bukan apa-apa kok.” Jawab Veronica dengan santai tapi sedikit gugup.
“Oh, ya udah.” Lalu Haekal pergi meninggalkan mereka bertiga. “Pyuh, hampir aja gue kena serangan jantung.” Ujar Veronica yang menggosok-gosok dadanya setelah Haekal pergi. “Ver, kok enggak ngaku aja sih? tadi tuh udah pas banget waktunya tau.” Ujar Friska memarahi Veronica. “Aku tadi gugup banget tau. Habisnya tadi Haekal tiba-tiba muncul, anehnya tadi aku bener-bener enggak merasakan aura kedatangan Haekal and aku juga belum ada persiapan”. “Huh, banyak gaya.” Aku yang melihat mereka bertengkar hanya bisa tersenyum sekaligus sedih. Aku tak sanggup melihat ekspresi Vero kalau tau aku juga menyukai Haekal.
Selama pelajaran berlangsung, aku benar-benaar tak konsen saat pelajaran berlangsung, aku hanya melihat Haekal dan Veronica. Bahkan, ketika guru memanggilku, aku tidak menanggapi panggilannya. Karena Bu guru sangat marah, dia pun menghukumku membuat tugas tambahan yang sangat banyak, ini membuatku stress berat.
Bel berbunyi pertanda saatnya istirahat berlangsung. Hari ini, aku tidak makan siang seperti biasa bersama Friska dan Veronica di kantin, “Untuk sementara aku hanya ingin sendiri.” Ujarku membuat Friska dan Veronica bingung. Makan pun aku tak habis karena stress, yang aku inginkan sekarang hanyalah menyelesaikan masalah ini. Masalah yang membuat kehidupanku berantakan. Tiba-tiba terpikirnya olehku untuk membuang perasaanku tehadapat Haekal selamanya dan memberikannya kepada Veronica atau memberitahukan kalau aku juga menyukai Haekal kepada Veronica, lalu bersaing dengan Vero dan menghancurkan persahabatan yang sangat kuinginkan ini? aku tak ingin persahabatan aku dan Veronica berantakan, tapi aku juga tidak ingin orang yang kucintai pergi… apa yang harus kulakukan Tuhan…” ujarku dalam hati, sampai-sampai aku meneteskan begitu banyak air mata. “Ini, hapus air matamu.” Ujar seseorang memberikanku sapu tangan. “Thanks.” Ujarku sambil menghapus air mataku. “Jadi, kenapa kamu menangis?” ujar cowok itu setengah penasaran. “Itu karena…” Kata-kataku terputus ditengah, aku mulai berpikir di dalam hati “Sepertinya suara ini sangat familiar. Tunggu… jangan-jangan!” ujarku dalam hati dan mangangkat kepalaku ke atas. “Haekal!” ujarku sangat kaget.
“Yeah, it’s my name. Oh ya, tadi kamu mau bilang apa?”
“Bukan apa-apa. Just… kidding.” Ujarku menampakkan senyumanku.
“Jika just kidding, lalu kenapa tadi kamu nangis?”
“Bukankah sudah ku bilang bukan apa-apa.” Ujarku segera berdiri untuk bersiap-siap pergi meninggalkan Haekal.
“Tunggu!” Jawabnya memegangi pergelangan tanganku.
“Apaan sih? kok maen pegang-pegang?” jawabku kaget sekaligus marah mencoba melepaskan genggamannya.
“Aku tau kamu bohong! apa salahnya cerita? bukankah kita teman?”
“Teman? Bagaimana jika aku ingin itu lebih?”
“Lebih? maksud kamu?” tanya Haekal kebingungan
“Menurutmu?” pergi menjauh dari Haekal.
“Maaf.” Ujar Haekal dengan suara kecil.
Setelah pebincangan itu, aku dan Haekal sudah jarang berbicara. Kami hanya berbicara seperlunya saja. Namun, Veronica sudah semakin dekat dengan Haekal, hal itu membuatku benar-benar cemburu. Bahkan, sampai mendekati ujian kenaikan kelas, aku dan Haekal masih belum bicara. Ketika aku ingin mencoba berbicara dengannya, dia selalu sibuk dan ini membuatku berpikir bahwa Haekal seperti menghindariku. Friska pun sering menceritakan, apa saja yang sudah Vero lakukan untuk mendekati Haekal, bahkan katanya bahwa mereka sering sekali berhubungan lewat sms dan telepon. Aku juga mendengar, kalau Haekal yang lebih sering duluan mengirimkan sms ke Vero. Ketika mendengarnya, hatiku benar-benar sakit, “Sepertinya aku tidak memiliki kesempatan sedikitpun” ujarku dalam hati.
Hari ini setelah pulang sekolah, aku bergegas pergi ke kamar dan menuliskan perasaanku pada buku my diary.
Dear Diary
Selasa, 7 Mei 2013
Hari ini, seperti biasa Haekal masih menjauhiku. Aku bingung harus berbuat apa, sedangkan Vero dan Haekal… mereka semakin dekat. Tuhan… sepertinya dia memang bukan jodohku dan aku harus melupakannya, tapi sangat sulit…
Bahkan ketika aku melihat Haekal dan Vero bersama… Hatiku benar-benar hancur. Rasanya seperti tenggelam di dalam ombak yang sangat mengerikan. Apakah aku harus jujur pada mereka?
Tapi jika aku melakukan itu, maka persahabatan yang aku bangun bersama mereka akan hancur. Aku tak mau hal itu terjadi… dan sepertinya walau aku jujur, Haekal pasti akan menolakku. Aku tau dia menyukai Vero, tapi entah kenapa aku tidak rela hal itu terjadi…
Tuhan… tolong bantu hambamu yang kesusahan ini…
Amin…
RS
Setelah ujian kenaikan kelas selesai, libur panjang dimulai. Selama libur panjang, aku hanya di rumah memikirkan masalah yang melandaku. Melihat tingkah lakuku yang aneh, orang tuaku menjadi bingung dan berusaha mengajakku untuk pergi jalan-jalan keluar, seperti biasa aku terus menolak hal itu. Karena aku memang enggak tahu harus ke mana. Aku benar-benar frustasi.
Sekarang untuk kedua kalinya, aku akan menjalani hidup baru sebagai murid kelas 8. Ketika ku cek namaku di mading, ternyata aku tidak sekelas dengan Haekal. Bagiku ini menjadi kesempatan yang bagus untuk melupakannya, tapi aku sekelas dengan Vero di kelas 8A. Sedangkan, Friska sekelas dengan Haekal di kelas 8B. “Tuhan, apakah ini kan terus berlanjut?” tanyaku dalam hati bimbang.
Setelah membersihkan kelas dan menentukan struktur kelas, aku diangkat menjadi bendahara kelas. Kupikir ini akan menjadi bagus karena aku akan sedikit sibuk dan bisa melupakan Haekal. Tapi ternyata tidak, malah sebaliknya, aku semakin merindukannya. Perbedaan kelas kami membuat aku dan Haekal jarang bertemu. Namun ketika kelas 8A dan 8B di satukan, dia benar-benar tidak berbicara sepatah kata pun. Dia terus-terusan hanya berbicara dengan Vero dan Friska.
Setelah beberapa bulan semenjak kenaikan kelas, hari ini aku mencoba untuk berbicara lagi dengan Haekal. Saat itu sekolah mulai agak sepi, aku menunggunya di tangga dekat kelas 7A. Ketika Haekal mau lewat dan melihat diriku, dia buru-buru jalan dengan kecepatan penuh, aku pun mencoba menghentikannya.
“Haekal, tunggu! tolong jangan menghiraukanku.” Ujarku memohon. Lalu Haekal berhenti dan berbalik badan menghadapku.
“Ada apa kamu menungguku. Aku tidak bisa lama-lama.” ujarnya
“Kenapa… kamu menghindariku terus? apa aku punya salah?”
“Tidak, kamu sama sekali tidak bersalah, di sini aku yang bersalah. Karena telah memberi harapan palsu padamu.” Ujarnya berpaling
“Benarkah? kalau begitu aku minta maaf, tapi aku ingin kamu jujur satu hal padaku. Apakah… kamu menyukai Veronica?”
“… kurasa aku tak harus menjwabnya.” Ujarnya membalikkan badan dan mencoba pergi.
“Harus! kamu harus menjawabnya.” Ujarku mencoba menghentikannya.
“Kenapa aku harus menjawabnya? Bukankah di antara kita tidak ada hubungan sama sekali, iya kan?”
“Tapi… waktu itu kamu bilang kalau kita adalah teman. Walau, sebenarnya aku berharap lebih.” Ujarku menunduk sedih.
“(Menghembuskan nafas) Baiklah aku akan terus terang saja. sebenarnya, aku memang menyukai Veronica dan aku akan terus mencari kesempatan untuk mengatakan perasaanku yang sebenarnya. Kamu puas?” mendengar jawabannya itu, hatiku rasanya seperti di tusuk oleh sebuah jarum yang sangat dalam. Aku menahan untuk tidak mengeluarkan air mata di depannya.
“Begitu, aku tak menyangka akan menjadi akhir yang seperti ini. Seorang pelayan, tidak akan pernah bisa mendapatkan seorang pangeran, karena pengeran itu sudah menyukai seorang putri dari negeri lain.” Jawabku tersenyum kecil dan menjatuhkan air mata.
“Reina, cerita kehidupan manusia, tidak bisa di samakan dengan sebuah dongeng yang hanya cerita fiksi yang dibuat untuk dibacakan pada anak kecil sebelum tidur.” Ujarnya berjalan menuju ke tempat Reina dan menghapus air mata Reina menggunakan sapu tangannya. Lalu memberikannnya kepada Reina. Aku menjawab dengan sebuah tersenyum.
“Kamu benar, aku memang bodoh mau percaya akan dongeng seperti itu.”
“Maaf… karena sudah memberikanmu sebuah harapan palsu.” Ujar Haekal murung.
“Aku juga minta maaf. Tapi, kita akan tetap menjadi teman kan?” tanyaku
“Iya, selamanya kita akan menjadi teman.” Jawabnya tersenyum kecil dan berjalan pergi menjauhi Reina.
“Haekal, berjuanglah. Jika ada masalah kamu bisa minta tolong padaku.” Ujarku sedikit berteriak. Haekal hanya melambaikan tangan pertanda dia menerima bantuan Reina. “Ternyata cinta sepihak memang menyakitkan.” Ujarku dalam hati.
Setelah pembicaraan itu, aku di jemput oleh supirku dan pulang. Sampai di rumah aku langsung menuju kamarku. Di kamar, aku segera menuliskannya ke buku my diary.
Dear Diary
Juma’t, 30 Agustus 2013
Yeah, walau aku ditolak oleh Haekal, tapi aku senang hubungan pertemanan kami bisa kembali seperti semula dan sepertinya, sekarang aku akan mencoba melupakan perasaan ini. Tuhan, terima kasih, karena cobaan darimu. Hamba, mempunyai banyak sekali hal yang sangat membantu. Seperti, bahwa belum tentu orang yang kita cintai adalah jodoh kita dan setiap manusia pasti akan diberikan pilihan sulit antara memilih orang yang kita cintai dan mengorbankan orang-orang terdekat kita atau mengorbankan orang yang kita cintai, tetapi kita akan tetap bersama dengan orang terdekat kita. Dan sekarang aku telah memilih untuk mengorbankan orang yang aku cintai dan memilih tetap bersama sahabat-sahabatku.
RS
Hari ini aku akan mencoba membantu Haekal untuk menyatakan perasaannya kepada Veronica. Haekal memanggil Vero ke belakang sekolah, setelah pulang sekolah. Dari kejauhan aku diam-diam mencoba untuk mengintip mereka.
“Ver, Aku punya permohonan.” Ujar Haekal.
“Permohonan apa?” tanya Veronica penasaran.
“Bisakah, mulai hari ini dan seterusnya hubungan kita lebih dari sekedar teman?” ujar Haekal agak gugup. Dengan tersenyum Veronica menjawab.
“… Jika kamu yakin atas keputusanmu ini, maka aku akan mengabulkan permohonanmu ini.”
“Iya, aku yakin tidak akan salah.” Ujar Haekal yakin. Setelah aku mendengar jawaban dari Vero, aku benar-benar lega. Karena aku bisa menyatukan kedua teman-temanku tapi kenapa hatiku tetap tidak rela, aku berlari menjauh dari mereka, aku tidak mau mereka melihatku menangis.
“Kenapa? KENAPA AKU TIDAK BISA MERELAKAN HUBUNGAN MEREKA?” teriakku. “Aku telah memutuskan untuk mengorbankan perasaanku, tapi kenapa aku tidak rela? Tuhan tolong aku.” Tangisanku makin menjadi-jadi. Lalu datanglah seorang cowok dari belakang Reina. Sambil memberikan sapu tangan dia berkata:
“Jika kamu tidak bisa merelakannya kenapa kamu menyatukan mereka?”
“Karena mereka saling mencintai, tidak seperti diriku yang mendapatkan cinta sepihak.” Ujarku menghapus air mataku.
“Lagi pula, aku akan bahagia jika melihat mereka bahagia.” Ujarku lagi.
“Kalau kamu memang bahagia kenapa kamu menangis?” Tanyanya lagi. “Benar, jika aku bahagia melihat mereka bahagia, lalu kenapa aku menangis?” tanyaku dalam hati.
“Karena, aku percaya, kalau Haekal akan bahagia jika bersama Vero. Lagian tak ada salahnya sekali-kali mengorbankan orang yang kita sukai kepada sahabat kita kan? tapi, apa urusannya denganmu. Kita sama sekali tidak saling kenal?” ujarku kesal.
“Jika kamu ingin mengenal orang lain, pertama kamu harus melihat wajahnya dan bertanya dengan sopan siapa namanya.”
“Kamu benar, maaf.” Ujarku berdiri dan mencoba berbalik.
“Kalau begitu siapa na-ma-mu?” Betapa kagetnya aku ketika berbalik, ternyata orang yang berbicara denganku adalah Haekal.
“Kapan kamu di sini?” ujarku panik. Karena dia melihat aku tadi menangis.
“Sudahlah, tak perlu berbohong lagi. Aku sudah tau semuanya.” Ujarnya menenangkanku.
“Aku untuk kedua kalinya minta maaf karena telah membuatmu menangis untuk ketiga kalinya.” Ujarnya lagi.
“Aku enggak apa-apa kok. Tadi aku Cuma akting.” Jawabku berbohong.
“Kamu selalu seperti ini, tidak pernah mau jujur kalau sebenarnya kamu memang sedang kenapa-napa. Bukankah kita teman? berhentilah berbohong padaku.”
“Maaf… aku benar-benar minta maaf.” Ujarku memulai meneteskan air mata lagi.
“Ya ampun, kamu benar-benar cengeng ya. Kalau kamu begini terus, aku akan merasa bersalah untuk selamanya.” Ujarnya memelukku.
“Mulai sekarang, kalau ada masalah kamu bisa menceritakannya padaku.” Ujarnya mereganggakan pelukannya kemudian memelukku lagi.
“Baiklah Haekal, tapi jika kita bukan teman. Apa kamu tetap akan seperti ini padaku.”
“Iya, aku akan tetap seperti ini padamu. Karena kita teman.” Pelukan dari Haekal, memberikanku sebuah kehangatan yang selama ini aku cari. Sekarang, tak masalah jika Haekal tidak menjadi kekasihku, dengan adanya dia di sisiku itu sudah cukup membuatku bahagia.
THE END

MAWAR ITU UNTUKMU
Cerpen Karya Nurul afiil kasim

Namaku Ariela,aku adalah seorang siswi jurusan Bahasa di SMA n 73.Saat ini aku masih duduk dikelas XI,itupun masih semester pertama.Aku mempunyai seorang sahabat,namanya Vania.Dia pernah satu kelas bersamaku di X.1,sekarang dia ada dikelas XI IPA 1."Hay Riel,pangeran kamu udah dateng tuch"ucap Vania.Aku melihat seorang cowok sedang berjalan ke arah kelas XI BA 3,namanya Dimas Satruawan.Aku sudah mengaguminya sejak kelas X,dia juga pernah 1 kelas denganku di X.1."Ya ampun dia keren banget!"ucapku sambil meremas baju Vania.Aku terus memperhatikan langkah Dimas,mungkin dia merasa diperhatikan karenanya dia melihat kearahku dan tersenyum.Manis.Sangat manis."Aduhh Van,aduh senyumnya manis banget,aku bisa pingsan nie!"ujarku tidak jelas.Lalu Dimaspun masuk ke kelasnya,dan bell masukpun berbunyi.



Mawar Itu Untukmu
Hari ini ada pelajaran Bahasa Jerman,Mrs. artha memberi banyak tugas.Tugas yang diberikan harus dicari diperpustakaan khusus anak bahasa,segera setelah bell istirahat berbunyi aku langsung pergi menuju perpustakaan yang tidak jauh dari kelasku dilantai 2.Aku mencari buku bahasa jerman yang dimaksud Mrs. Artha,akhirnya aku menemukanyya dan yuppz... buku itu ada yang merik dari arah berlawanan.Sejenak aku berebut dengannya dan akhirnya aku mendapatkannya,tapi dari arah itu terdengar suara orang terjatuh.Aku menghampiri orang itu dan ternyata dia adalah Dimas,"Ya Allah,maafkan aku Dim,aku nggak sengaja".Aku merasa sangat bersalah melihat Dimas jatuh,akupun mencoba menjelaskan semuamya pada Dimas.Syukurlah dia mau mengerti keadaanku,akupun mengajak Dimas untuk mengerjakan tugas bersama.Baru pertama kali ini aku bisa melihat Dimas dari dekat,Ya Allah betapa manisnya dia."Hey,Ariela kamu nggak apa-apa kan??"tanya Dimas,aku tersentak terkejut "Ohh...eehh...eng..enggak aku nggak apa-apa".Hatiku sangat kacau berada di dekat Dimas,dia bukan hanya manis dan keren,tapi dia juga sangat baik dan pandai.

"Haduuuh Van,sumpah aku kesengsem sama senyuman dan tatapan Dimas"ucapku.Malam ini Vania tidur dirumahku,dia memintaku mengajarinya menyelesaikan tugas bahasa Indonesia.Keesokan hari yang tak pernah aku duga,aku berjalan menuju kelas seorang diri.Hari ini Vania piket kelas,jadi dia tidak bisa menemaniku.Tiba-tiba "Duuuuuuaaaakkk.....!" suara timpukan bola basket menerjang kepalaku.Sesaat setelah itu aku sudah tidak tahu apa-apa,yang aku tahu sekarang aku sudah ada diruang UKSbersama... Hah?Farhan 7 Fahri.Kupejamkan mataku berkali-kali untuk memeperjelas pandanganku,tetapi wajah yang ada didepanku tetap sama."Ariela,kamu sudah sadar?Syukurlah kamu nggak kenapa-kenapa,aku sama Fahri khawatir banget!"ucap farhan diikuti Fahri dibelakangnya."Maafin aku ya Riel,aku nggak sengaja.beneran dehh!!"ucap Fahri.Aku hanya mengangguk dan tersenyum,aku masih belum percaya dengan dua sosok yang ada didepan mataku.Seorang kapten basket + ketua Remus,dan seorang ketua OSIS yang keduanya adalah The Best Idl di SMA ini.

2 bulan telah berlalu,tetapi entah mengapa sepertinya Dimas mulai menjauhiku.Semenjak aku memilih Farhan menjadi kekasihku,sepertinya Dimas sangat membenciku.Vania pernah mengatakan bahwa Dimas menyukaiku,tapi stelah sekian lama aku menunggunya dia tidak pernah mengungkapkan perasaannya padaku.Sehari sebelum aku berpacaran dengan Farhan,aku memetik setangkai mawar yang tumbuh didepan rumahku.Aku membawa bunga itu kesekolah,aku memang bermaksud memberikan mawar itu pada Dimas.Tapi Farhan selalu bersamaku setiap saat sampai-sampai aku tidak punya kesempatan untuk menemui Dimas.Aku memang mengagumi Farhan & Fahri yang sudah kelas XII itu,tapi hati dan cintaku setulusnya milik Dimas.Namun ternyata Farhan sudah memiliki kekasih di kelas XII IPA 3,namnya Martha.Aku tidak pernah mengerti kenapa Martha selau menatapku dengan aneh & sorot mata yang kasar.Ternyata dia adalah kekasih Farhan.

Aku berlari menuju taman sekolah,hatiku hancur melihat Farhan mencium Martha."Ini mawar kamu?"tanya seseorang yang tiba-tiba duduk disampingku."Ariela,lebih baik kamu menangis karna hal lain,menangis karna cinta itu dosa Riel.Karena cinta itu adalah keindahan sesaat."akupun mulai mengarahkan pandanganku pdanyanya dan ternyata "Dimas,darimana kamu dapatka mawar itu?".Dimas menghapus air mataku."Ariela,mawar layu ini tidak penting aku dapatkan dari mana,tapi yang terpenting adalah pemiliknya.Maafka aku yang tidak bisa membaca hatimu,tapi aku bisa merasakan karna aku mencintaimu,Riel".Aku bersandar dibahu Dimas,aku merasa tenang dan damai berada didekatnya.Kini dia tahu apa yang aku rasakan selama ini,akupun juga tahu bagaimana perasaannya padaku."Aku yang akan menjaga hatimu Riel,dan aku akan selalu ada untukmu.Aku tak berani berjanji tapi aku berani memberikan bukti.Aku mencintaimu,Ariela".